Pada
masa Mataram, kapal yang dibuat di galangan ini digunakan untuk kepentingan
perdagangan baik oleh pihak VOC atau para Bupati, maupun pihak swasta. Galangan
kapal Rembang ini berlokasi di muara Sungai Lasem atau tepatnya di desa Dasun.
Tidak
diketahui dengan pasti sejak kapan tradisi pembuatan kapal di Rembang mulai
berlangsung. Akan tetapi diperkirakan bahwa tradisi membuat kapal itu sudah
berlangsung sebelum abad XVI. Misalnya, ketika Demak melakukan ekspedisi
militer ke Malaka untuk mengusir Portugis, sebagian kapal yang dugunakan
dibuat dan dikirim dari Rembang. Tradisi
kemaritiman dalam hal teknologi dan industri kapal terus mengalami perubahan.
Pengaruh terbesar atas perkapalan Samudera Hindia adalah tibanya kapal-kapal Atlantik
sejak akhir abad XVI. Desain
tiang perlahan-lahan diubah sampai bentuk kapal tradisional yang lebih kuat
dihasilkan. Di berbagai galangan pembuatan kapal Asia, kapal lokal dapat meniru
model kapal Atlantik. Menurut Bernard H.M. Viekke, perkembangan kapal di
Indonesia pada akhir abad XV, juga dipengaruhi oleh bentuk-bentuk kapal dari
negara-negara Asia lain, seperti Pegu dan Birma. Hal ini terjadi karena adanya
hubungan perdagangan laut antara negara-negara di Asia yang sudah berlangsung
lama.
Pada masa Mataram Kartasura, VOC
berhasil mendirikan kantor di Demak dan Rembang yang dianggap mutlak perlu
karena kaya akan kayu, sehingga di kedua tempat itu didirikan sebuah galangan
kapal. Sejak kapan pendirian galangan kapal oleh VOC di Rembang juga tidak diketahui
dengan pasti. Akan tetapi diperkirakan antara tahun 1651 sampai 1677. Tahun
1651 merupakan tahun diadakannya perdamaian antara VOC dengan Amangkurat I,
sehingga VOC diberi ijin untuk membuka kantor di Jepara, dan tidak menutup
kemungkinan VOC telah merintis dan membuka kantor di Rembang. Salah satu alasan
utama bagi Kompeni untuk membuka loji di Jepara adalah adanya kesempatan baik
untuk membuat kapal-kapal kici (jacht) yang sangat diperlukan. Oleh karena itu
instruksi Residen pertama Dick Schouten melihat kesempatan yang baik dan
harganya pun murah, sehingga dipesan sedikitnya tiga kapal kici berukuran 70
sampai 60 last, dan kapal-kapal itu selesai dibuat pada bulan November 1651.
Sementara pada tahun 1677,
diceritakan tentang kejadian orang-orang Makasar yang sampai di kota Rembang
yang dapat menghancurkan kota Rembang serta perahu-perahu baru Kompeni di
galangan kapal milik Daniel Dupree dalam pemberontakan Trunojoyo.. Pada masa
itu, galangan kapal Rembang menjadi produsen kapal untuk memenuhi kebutuhan
kapal baik bagi Mataram maupun VOC. Pada tahun 1657, Amangkurat I memerintahkan
Tumenggung Pati untuk membuat sebuah kapal untuk Mataram dan sebuah kapal lagi
dipesan oleh Duta Makasar.

Galangan
kapal di Rembang ini telah memberikan andil yang cukup besar bagi perkembangan
perkapalan dan pelayaran baik yang berlangsung di wilayah Rembang maupun
wilayah lain yang menggunakan jasa pembuatan kapal di Rembang. Pelabuhan
Rembang menjadi ramai antara lain juga disebabkan oleh galangan kapal ini.
Banyak kapal-kapal yang berlabuh di Pelabuhan Rembang di samping untuk
berdagang juga melakukan perbaikan terhadap kapal-kapal mereka di geladak kapal
Rembang. Dengan demikian galangan kapal di Rembang menjadi tempat pembuatan
maupun perbaikan kapal.
Pada
tanggal 3 Juli 1813, galangan kapal Rembang telah berhasil diperbaiki 20 perahu
dan 14 kapal meriam yang telah dikirim kembali ke Batavia dalam kondisi yang
baik. Kemudian pada tanggal 31 Oktober 1813 telah berhasil pula diperbaiki 30
kapal yang digunakan untuk mengangkut garam dan beras dari satu daerah ke
daerah lain. Pada bulan Oktober juga telah dikirim sebuah kapal meriam oleh
Residen Jepara ke galangan kapal Rembang untuk diperbaiki. Kapal tersebut
setelah selesai dibawa ke Banjarmasin oleh Residen Jepara untuk menumpas
pemberontak. Memang galangan kapal Rembang menjadi pusat bengkel kapal di Jawa
karena pada saat itu, galangan ini merupakan galangan yang cukup besar di
Hindia Belanda. Namin demikian bagi kapal-kapal yang rusak berat, misal lantai
kapal jebol sehingga air laut masuk, tidak bisa diperbaiki di Rembang, kecuali
diperbaiki untuk sementara saja. Perbaikan kapal yang rusak berat menelan biaya
sampai 3.000 gulden, sedangkan bagi kapal yang rusak ringan bisa mencapai 500
gulden. Kapal-kapal pemerintah yang diperbaiki di galangan kapal Rembang ini
semuanya menjadi tanggungan EIC. Pada tahun 1813, pemerintah memberikan
anggaran rutin untuk biaya pengelolaan galangan kapal Rembang ini sebesar 2.000
gulden per tahun.

Pembuatan
kapal di Rembang baik yang dilakukan oleh perusahaan swasta maupun oleh
penduduk pribumi di distrik pantai dapat berlangsung karena didukung oleh
keberadaan hutan jati di wilayah pedalaman Rembang. Dengan demikian maju
mundurnya pembuatan kapal di Rembang sangat bergantung pada eksploitasi hutan
jati dan segala aspek yang mempengaruhinya. Ketika pada tahun 1820 terjadi
pengurangan terhadap ganti rugi pemotongan kayu jati, maka sebagai akibatnya
adalah pembuatan kapal segera mengalami kemerosotan, meskipun pembuatan kapal
oleh penduduk pribumi di distrik pantai masih bisa bertahan.
Sering
terjadi pula, ketika pembuatan kapal swasta sedang meningkat tajam, tetapi
kondisi sulit juga muncul menyertainya. Hal ini disebabkan karena hutan jati
yang kayu-kayunya dicadangkan oleh pemerintah untuk menjadi bahan baku
pembuatan kapal, sering harus dikalahkan oleh pemerintah untuk memenuhi
kebutuhan kayu jati bagi pembangunan sarana dan prasarana sosial dan
pemerintahan. Sementara itu, pemerintah itu sendiri tidak mendapatkan kayu jati
karesidenan lain sebab hutan di tempat lain tidak mampu menunjang kegiatan ini.
Dengan demikian penduduk sering mengalami kekurangan kayu, karena di samping
tidak mau menggunakan kayu lain karena kekuatan yang kurang baik, juga karena
penduduk tidak terbiasa menggunakan kayu yang melengkung yang bisa dihasilkan
hutan untuk pembuatan kapal.
Di
samping itu, residen juga memperhatikan eksploitasi hutan jati yang cukup
tinggi. Untuk itu dibuat aturan, bahwa sebagian besar penduduk kini terlibat
dalam aktivitas kehutanan dan pekerjaan yang amat berat pada saat itu karena
penduduk diminta oleh pemerintah untuk bekerja dan menyerahkan hewan pemeliharaannya
untuk menarik kayu-kayu itu dari hutan ke tempat penimbunan atau sungai-sungai
untuk dialirkan ke muara.
Pembuatan
kapal sampai tahun 1832, tetap menjadi cabang industri yang paling utama di
Rembang, terutama telah memberikan kesempatan kepada pemerintah di Rembang
selama empat tahun belakangan ini untuk segera membuat sejumlah besar kapal dan
perahu tanpa banyak menemui kesulitan dalam bidang biaya. Namun demikian
beberapa tahun menjelang tahun 1836 terjadi penurunan produksi kapal. Hal ini
disebabkan karena penebangan hutan yang kayunya digunakan untuk membuat kapal
harus diserahkan kepada pemerintah, sedang kapal yang telah dibuat tidak diberi
harga yang cukup tinggi. Sementara itu para pemborong Browne dan Horning masih
memiliki persediaan kayu dari tahun sebelumnya, sehingga bisa bertahan untuk
memenuhi kebutuhannya. Pada tahun 1849 dilaporkan bahwa galangan kapal milik
Browne berkembang dengan pesat. Pada bulan Juli 1854, Firma Browne & Co di
Dasun telah mengadakan kontrak dengan Pangkalan militer Ourust yang berisi
pemesanan sebuah geladak dorong untuk kepentingan militer di Ourust. Geladak
dorong ini harus sudah selesai dikerjakan oleh galangan kapal Browne & Co
pada akhir bulan Mei 1856.
Namun
demikian kesulitan untuk mendapatkan kayu kembali menjadi penghambat kemajuan
galangan ini pada tahun 1864. Bahkan ketika Firma Nering, Bogel dan Dunlop
dapat tetap membangun geladak kapal dan kapal-kapal lain karena dapat
mendatangkan kayu-kayu dari lain tempat meskipun dengan harga yang sangat
mahal. Rupanya Pemerintah Pusat tetap beranggapan bahwa pembangunan geladak
dorong bagi pangkalan di Ourust sangat penting dan perlu disukseskan. Untuk itu
Direktur Perkebunan di Batavia akhirnya dapat menyetujui permohonan perusahaan
Firma Nering, Bogel, en Dunlop untuk melakukan penebangan kayu jati, tetapi
hanya diijinkan menebang sebanyak 400 balok kayu jati di hutan pemerintah di
distrik Sedan dan Pamotan.
Dengan
terbatasnya kayu jati ini telah menyebabkan galangan kapal di Dasub tidak
membuath kapal untuk kepentingan swasta pada tahun 1858, kecuali untuk
kepentingan pemerintah dan mengadakan perbaikan atau pembaharuan kapal untuk
kepentingan militer laut. Meskipun produksi kapal mengalami penurunan, tetapi
di galangan ini telah mencapai suatu kemajuan dalam teknik pembuatan kapal.
Sebagai bukti kemajuan ini bisa ditunjukkan pada tahun 1854 telah berhasil
dibuat beberapa kapal uap bersilinder dengan kekuatan sebesar 30 tenaga kuda.
Bahkan proyek ini telah menghasilkan kapal tempur yang ditujukan untuk
kepentingan daerah Banjarmasin yang menurut catatan Insinyur Kepala pada proyek
pembuatan kapal itu, dibuat selama 8 bulan di galangan kapal Browne en Co di
Dasun, dimatangkan lagi selama lima bulan di Surabaya. Beberapa bukti pelayaran
menurut laporan ini, semua sesuai dengan harapan.
Di
samping masalah kesulitan mendapatkan kayu jati, bertambahnya kapal uap di
Hindia Belanda juga berpengaruh terhadap perkembangan galangan kapal di Rembang
ini. Pada tahun 1880 kemerosotan ini sangat dirasakan. Akibat situasi ini
galangan kapal Rembang pada tahun 1883 hanya memberikan sedikit kemajuan
sehingga suatu tinjauan tentang aktivitasnya tidak banyak diberikan. Pada tahun
1885 galangan ini tidak banyak mengalami perkembangan, dan pada tahun 1889
pembuatan kapal besar tidak ditekuni lagi karena kekurangan modal kerja dan
pekerjaan.
Selanjutnya,
tentang perkembangan produksi serta perbaikan kapal di galangan kapal desa
Dasun ini dari tahun ke tahun cukup bervariasi. Pada tahun 1832 galangan kapal
ini membuat semua jenis perahu untuk pesanan orang-orang Eropa dan perahu
angkut barang. Pada tahun itu dilaporkan telah dibuat empat buah kapal. Empat
buah kapal pemerintah telah diselesaikan lagi pada tahun 1834 sementara
pembuatan kapal bagi kepentingan swasta, meskipun terus berjalan tetapi semakin
sulit karena mahalnya harga kayu jati yang terjadi pada tahun 1829. Akan tetapi
para pemborong masih banyak memiliki persediaan yang cukup besar dari kayu
sebelumnya, sehingga mereka masih bisa membuat perahu. Beberapa perahu dan
kapal “Maria Freberica” dibuat. Di samping itu, empat kapal sipil pemerintah
telah dibuat dan diselesaikan pada bulan November 1835. Kapal tersebut kemudian
dikirim ke Surabaya. Kemudian pada tahun 1936 diselesaikan tujuh perahu yang
terdiri dari lima buah kapal layar, sebuah kapal cepat, dan satu “kotler”.
Selanjutnya pada tahun 1839 berhasil diselesaikan dua buah kapal layar “tiang
dua” dan sebuah kapal layar cepat. Sementara pada tahun 1840, telah dibuat satu
kapal uap, tiga kapal layar “tiang tiga”, tiga kapal layar cepat, tiga perahu
angkut, satu perahu pancalang. Pada tahun 1852 telah diselesaikan enam kapal
pesanan pemerintah yang difungsikan sebagai kapal pengawas. Empat tahun setelah
itu, telah dihasilkan delapan kapal pengawas, dua kapal “sloep”, dua kapal angkut,
dua “loods boot”. Pada tahun 1857 telah diselesaikan pembuatan dua kapal tempur
yang dilapisi dengan tembaga dan sebuah kapal layar cepat atas biaya swasta.
Kecuali itu berbagai perahu mengalami banyak perbaikan di galangan Dasun ini.
Kemudian pada tahun 1858, di samping mengadakan perbaikan dan pembaharuan
geladak dorong untuk pangkalan militer di Ourust, telah diselesaikan pula tiga
kapal pengawas, tujuh kapal dayung, lima kapal angkut, sebuah kapal cepat dan
dua perahu mayang. Selanjutnya pada tahun 1865 telah dihasilkan enam buah kapal
cepat. Kemerosotan terjadi sejak tahun 1870, karena terjadinya penutupan hutan
jati di beberapa distrik, sehingga harga kayu jati mengalami peningkatan tajam.
Pada tahun 1880 diperoleh informasi bahwa galangan kapal Dasun hanya
memproduksi sabuah perahu dan dua kapal sungai, suatu produk yang tidak berarti
bagi pabrik kapal yang relatif besar dan tersohor itu. Tampaknya pada tahun
1886 galangan kapal ini tidak memperoleh pekerjaan pembuatan kapal baik dari
pemerintah maupun swasta, sehingga hanya membuat dan memperbaiki perahu-perahu
kecil saja. Untuk lebih jelasnya, produksi kapal dari galangan kapal di Dasun
ini dapat dilihat pada tanel berikut:
Perkembangan
Produksi kapal dan Galangan Kapal di Dasun Rembang pada tahun 1832 – 1880
Tahun Jumlah Kapal
1832 4
1834 4
1835 5
1836 7
1839 4
1840 11
1852 6
1856 14
1857 3
1858 18
1865 6
1880 3
Sumber
: Diolah dari AVRR dan K.V. dari
berbagai tahun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar