Pelabuhan Lama Rembang terletak di Pantai kota Rembang atau tepatnya di muara sungai Karanggeneng. Di samping sebagai tempat pelabuhan, di muara sungai Karanggeneng juga terdapat tempat penimbunan kayu, sedangkan di muara sungai Lasem terdapat tempat pembuatan kapal (galangan kapal) yang sangat penting bagi perkembangan Pelabuhan Rembang itu sendiri.
Secara
geografis, Pelabuhan Rembang terletak di lokasi yang tepat atau memenuhi syarat
sebagai pelabuhan yang cukup aman. Dari segi geografis, suatu pelabuhan akan
berfungsi apabila memenuhi syarat : 1) Mempunyai dasar laut yang cukup dalam;
2) Bebas dari pembekuan/es; 3) Gelombang laut yang tidak besar; 4) Daerah
berlabuh cukup luas; 5) Mempunyai daerah belakang (hinterland) yang memenuhi
syarat dan mendukung berfungsinya pelabuhan.
Pantai di
sepanjang Laut Jawa, tempat tedapatnya Teluk Rembang dan Tuban, relatif lebih
tinggi dan terawat daripada Jepara.Tingginya tanah di daerah Rembang Utara dan
bagian yang dekat dengan Laut Jawa merupakan akibat dari munculnya tanah di
wilayah itu pada masa Mio-Pliosen. Di sini terjadi dorongan pelipatan pada masa
plistosin dan menyebabkan kenaikan tanah. Itulah sebabnya wilayah Rembang
relatif lebih tinggi daripada wilayah lain di Pantai Utara Jawa dan mempunyai
laut cukup dalam. Di Teluk Rembang sendiri terdapat sejumlah pulau karang kecil
dan gundukan pasir. Nama
kepulauan itu adalah Dua Bersaudara (Pulau Kembar) dan Sawalan. Sedangkan
gundukan pasir itu bernama Gossa, Pasir Batu dan Pasir Besi.
Adanya pulau-pulau karang dan
gundukan pasir di Teluk Rembang ini rupanya menjadikan pelindung dari ombak
yang besar, sehingga kondisi laut di pantai Rembang relatif lebih tenang. Sudah
barang tentu kondisiseperti ini sangat disukai oleh para pelaut yang akan
membawa kapalnya berlabuh di pantai. Pantaidi sepanjang Pantai Rembang yang
bisa dilabuhikapal relatif cukup luas, apabila dilihat dari eksistensi
Pelabuhan Rembang sebagai pelabuhan kecil. Adapun daerah di pantai Rembang yang
dapat digunakan untuk berlabuh adalah dari celah Sungai Karanggeneng ke arah
timur laut sepanjang kurang lebih 73 mil dari tembok pelabuhan dengan kedalaman
air sekitar 2,5-3 meter dan kerendahan dari permukaan tanah sekitar 1-0,5 kaki.
Eksistensi
suatu pelabuhan tidak bisa dilepaskan, bahkan sangat bergantung pada daerah
belakang (hinterland). Bagi Pelabuhan Rembang sendiri, hinterland menjadi
pendukung utama aktifitas pelabuhan karena produk kayu jatinya yang sangat
baik, disamping produk hasil bumi lainnya. Meskipun demikian, kayu jati buknlah
satu-satunya faktor yang mempunyai pengaruh terhadap aktifitas Pelabuhan
Rembang. Memang dari dulu Pelabuhan Rembang merupakan penyuplai kayu jati,
terutama untuk membuat kapal. Bahkan dibawah pemerintahan Raffles, kayu jatinya
berhasil bersaing dengan kayu jati dari Birma maupun Benggala. Pengaruh kayu
jati bagi Pelabuhan Rembang rupanya telah menyebabkan pelabuhan ini menjadi
ramai terutama bagi kapal-kapal pengangkut kayu yang beroperasi karena berbagai
pesanan dari daerah lain. Di samping itu, kapal-kapal dagang yang lain tidak
ketinggalan untuk melibatkan diri dalam perdagangan di sekitar pelabuhan dan
pada gilirannya Pelabuhan Rembang telah berkembang menjadi pelabuhan dagang
yang cukup penting.
Bagaimanapun
juga kondisi sebuah pelabuhan sangat ditentukan oleh faktor-faktor geografis.
Sementara itu penanganan terhadap pelabuhan dari segi geografis sangat
mempengaruhi fungsi pelabuhan tersebut. Pelabuhan Rembang pada pertengahan
hingga akhir abad ke-19, merupakan pelabuhan dengan warisan kebesaran tradisi
maritimnya. Peranan sungai menjadi salah satu faktor penentu bagi kelangsungan
Pelabuhan Rembang. Hal ini disebabkan karena Pelabuhan Rembang merupakan
pelabuhan muara, sehingga sngi mempunyai peranan penting sebagai penghubung antar
daerah pedalaman dengan wilayah pantai.
Pada tahun
1830, kondisi muara Sungai Karanggeneng tidak sesuai untuk dimasuki kapal-kapal
besar. Dengan demikian sebenarnya secara fungsional, Pelabuhan Rembang pada
saat itu cocok untuk berlabuh kapal-kapal yang relatif kecil. Akan tetapi tidak
berarti bahwa pross pengapalan terhadap barang-barang yang keluar masuk
pelabuhan menjadi terhenti. Proses pengapalan di pelabuhan kecil memang
berlangsung sangat sederhana. Kapal terletak atau membuang sauhnya agak jauh dari
tembok dermaga, para kuli harus memikul barang-barang yang dimuat dan dibongkar
ke dari dermaga/dinding itu melalui pasir pantai.
Kemunduran
secara geografis suatu pelabuhan terjadi karena adanya endapan lumpur yang
dibawa oleh sungai-sungai ke muara. Di samping itu angin musiman di Laut Jawa,
secara teratur setiap hari memberikan aliran dan pasang surut dengan perbedaan
ketinggian mencapai 1,20-1,80 meter, menyebabkan gerakan yang mengikis pantai.
Sampai tahun
1858, fungsi pelabuhan Rembang maupun pelabuhan-pelabuhan lain di Jawa, tetap
penting untuk pengapalan produk-produk negara. Namun, pada umumnya kondisinya
sangat buruk. Hal ini antara lain disebabkan oleh kondisi keuangan pemerintah
Hindia Belanda yang tidak memungkinkan banyak proyek untuk memperbaiki
pelabuhan sehingga banyak pelabuhan yang tidak dirawat. Faktor yang menyebabkan
kerusakan suatu pelabuhan adalah cacing laut. Rupanya, cacing laut telah
merusak tonggak-tonggak penguat dinding germaga dan bersama dengan air laut,
terutama sepanjang tahun pada angin musim Barat Laut dengan kuat menghantam
pantai, sehingga pemasangan batu menjadi rusak. Di samping cacing laut,
ternyata ada juga jenis kerang yang merugikan dan merusak tonggak-tonggak jati
di sepanjang pelabuhan dan pantai. Dengan demikian jelaslah bahwa letak dan
dampak geografis suatu pelabuhan akan menentukan eksistensi dan dinamika dari
pelabuhan itu sendiri. Sementara eksisten suatu pelabuhan sangat menentukan
kedudukannya dalam jaringan perdagangan laut. Tentang hal ini bagaimana dengan
Pelabuhan Rembang itu sendiri?
Selanjutnya
pada masa VOC, juga tidak banyak sumber yang menceritakan tentang siapa dan
bagaimana mengelola Pelabuhan Rembang Baru pada tahun 1816, diperoleh informasi
singkat tentang petugas pelabuhan. Rupanya Pelabuhan Rembang yang berkedudukan
sebagai Pangkalan Angkatan Laut Kolonial, sehingga para pejabat pengelola
pelabuhan saat itu berkedudukan sebagai personal Angkatan Laut. Dari sumber itu
disebutkan tentang jumlah pengelola pelabuhan yang terdiri dari seorang kepala
pelabuhan (Havenmeester), seorang juru tulis, seorang tukang bendera, seorang
juru mudi dan delapan kelasi. Dalam setahun mereka memperoleh gaji sebagai
berikut:
Gaji Pengelola Pelabuhan Rembang Tahun 1816, sbb : Kepala
Pelabuhan 1 org: f3.600, Juru tulis
pelabuhan 1 org: f.400, Tukang bendera 1 org: f96, Juru mudi 1 org: f115,6, Kelasi
3 org: f.576. Masing-masing diberikan pertahun.
(Sumber : AVRR, tahun 1816)
Di lihat dari jumlah petugas
pelabuhan dan kedudukan dari para petugas yang brfungsi ganda, maka dapat
dikatakan bahwa kedudukan Palabuhan Rembang saat itu merupakan palabuhan kecil
yang mempunyai aktifitas perdagangan dan pelayaran dalam skala kecil. Meskipun
demikian, Pelabuhan Rembang tetap mempunyai nilai strategis yang penting bagi
Pemerintah Kolonial terutama dalam kaitannya dengan eksploitasi hutan jati dan
pembuatan kapal. Dari beberapa sumber yang diungkapkan oleh Frank Broeze
tentang armada dagang di berbagai pelabuhan di Jawa dari tahun 1820-1850
menunjukkan bahwa Pelabuhan Rembang merupakan salah satu pelabuhan yang secara
rutin banyak dikunjungi oleh para
pedagang.
Bahkan dalam klasifikasi pelabuhan
yang dolakukan oleh Broeze, Pelabuhan Rembang tidak termasuk dalam kategori
sebagai pelabuhan kecil (minor ports). Akan tetapi perlu diperhatikan bahwa
dari data- data yang disajikan oleh Broeze masih terbatas pada data-data
tentang jumlah kapal yang mengunjungi Pelabuhan Rembang. Sedang tentang
beberapa tonase atau bobot dari kapal-kapal itu tidak diunkapkan, sehingga
masih bisa dipertanyakan apakah dari jumlah kapal yang datang ke suatu
pelabuhan bisa dijadikan indikasi tentang besar kecilnya suatu pelabuhan. Namun
yang jelas bahwa pada masa Kolonial, Pelabuhan Rembang menjadi salah satu
Pelabuhan kolonial, dalam arti kebijakan terhadap pengelolaan suatu pelabuhan
sangat ditentukan oleh kepentingan Kolonial Belanda.
Pelabuhan Rembang bisa disebut
sebagai pelabuhan kecil, maka tugas kepala Pelabuhan Rembang diserahkan
kepadaKomisi Penerima (Komieden – Ontvangers). Sebenarnya tugas Komisi Penerima
ini adalah melakukan pengawasan terhadap lalu lintas barang, tetapi sekaligus
juga berfungsi sebagai kepala pelabuhan di Rembang.
Dalam hal kebutuhan bagi
tersedianya pegawai douane yang bertugas
di bidang pengawasan dan berkaitan dengan kepentingan kas negara, telah
diangkat sebagai Komisi Pengawas. Bagi Pelabuhan Rembang,tugas komisi pengawas
ini adalah mengurusi cukai ekspor-impor yang berlangsung di pelabuhan. Tentang
berapa jumlah pegawai dalam komisi pengawas ini tidak banyak keterangan yang
diperoleh. Hnya saja, dilaporkan bahwa tugas pengawasan yang dilakukan oleh
komisi ini tidaklah mencukupi untuk pengawasan di pelabuhan dan sekitarnya,
terutama untuk mengawasi penyelundupan kayu jati maupun candu. Untuk mengatasi
hal itu, pada tahun 1873 telah diangkat seorang pejabat baru yang membantu
Komisi Pengawas. Pejabat itu disebut “Penguji” dengan tugas utama menilai
jumlah cukai terhadap barang-barang ekspor-impor di pelabuhan.
Sukses tidaknya aktivitas sebuah
pelabuhan, salah satunya ditentukan oleh faktor keamanan bagi kapal-kapal yang
kan berlabuh. Faktor keamanan ini tidak saja ditentukan oleh kondisi geografis,
tetapi juga ditentukan oleh keamanan penguasa pelabuhan dan pantai untuk
memberikan jaminan keamanan bagi kapal beserta barang-barang yang dibawanya.
Menurut Chaudhuri, faktor keamanan ini memang penting bagi kelangsungan hidup
sebuah pelabuhan. Para pedagang akan selalu singgah apabila dapat melakukan
transaksi dagang, pengapalan maupun dalam hal yang berkaitan dengan keuangan
dengan kredit secara aman di pelabuhan itu. Satu lagi ysering dikeluhkan oleh
seorang pedagang adalah bahwa kapal-kapal sering dirompak, sehingga jaminan
keamanan wilayah perairan suatu pelabuhan pun sesungguhnya sangat menentukan
eksistensi sebuah pelabuhan.
Bgi Pelabuhan
Rembang sendiri, usaha untuk memberikan semacam “Jaminan” keamanan perairan
telah dilakukan oleh pemerintah. Patroli laut oleh kapal-kapal pengawas selalu
dilakukan oleh para petugas Pelabuhan Rembang. Kapal-kapal pengawas ini
berkedudukan di Pelabuhan Rembang dan mempunyai tugas mengamankan wilayah
Perairan Rembang dari gangguan perompak dan perdagangan gelap. Memang, secara
khusus tugas kapal pengawas ini dimaksudkan untuk memberi jaminan keamanan
terhadap kapal-kapal yang datang atau pergi melalui Pelabuhan Rembang. Akan
tetapi, usaha ke arah itu sedikit banyak telah dilakukan dan paling tidak telah
mengurangi tindak kriminalitas di Perairan Rembang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar