R.A.Kartini
merupakan salah satu tokoh nasional kebanggaan masyarakat Rembang. Oleh karena
di kota Rembang inilah dia memanfaatkan masa-masa akhir hayatnya untuk
melanjutkan pemikiran-pemikiran segarnya mengenai kemajuan wanita Indonesia.
Oleh bengsa Indonesia, ia diakui sebagai pahlawan emansipasi wanita. Untuk
itulaj museum Kartini didirikan di Rembang, khususnya di kompleks Pendopo
Kabupaten Rembang yang menyatu dengan rumah dinas Bupati Rembang di jalan Gatot
Subroto No. 8 Rembang. Museum Kartini menempati ruangan yang dulu pernah
digunakan oleh Kartini dalam aktivitas menuliskan ide-ide dan buah pikirannya
mengenai kemajuan bangsa Indonesia pada umumnya dan wanita pada khususnya.
Tempat ini sekaligus juga merupakan tempat beliau melahirkan putra satu-satunya
yaitu Raden Mas Susalit dan sebagai kamar pribadi hingga beliau wafat.
Benda-benda yang menjadi koleksi museum beraneka ragam khususnya benda-benda
yang pernah digunakan oleh R.A.Kartini semasa hidupnya.
R.A.Kartini
lahir di Mayong, Jepara pada tanggal 21 April 1879 dari pasangan suami istri
yang bernama Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat dan Ngasirah yang pada saat
itu menjabat sebagai Asisten Wedono Mayong dan tiga tahun setelah kelahiran
R.A.Kartini menjabat sebagai Bupati Jepara. Ngasirah, ibu kandung R.A.Kartini
adalah anak seorang kyai yang berasal dari Teluk Awur Jepara. Dalam usia tiga
tahun yaitu tahun 1881, R.A.Kartini diboyong ke Jepara ketika sang ayahandanya
diangkat sebagai Bupati Jepara. Ayah R.A Kartini sangat menaruh perhatian
terhadap pendidikan Kartini.Meskipun pendidikan formal bagi kaum wanita belum
merupakan sesuatu yang lazim dalam masyarakat Indonesia pada waktu itu.
Ayahanda R.A.Kartini sudah memberikan pendidikan formal. Meskipun R.A.Kartini
mempunyai hak untuk sekolah di sekolah Eropa, namun sang ayah menyekolahkan
Kartini di sekolah bersama teman-temannya. Sejak usia sekolah Kartini sudah
menunjukkan ketekunan dan bakatnya dalam membaca dan menulis. Ia membaca
buku-buku tokoh-tokoh progresif seperti Multatuli, sehingga mengetahui
seluk-beluk penindasan penjajahan Belanda. Hal ini memberikan kesadaran kepada
Kartini untuk menentang penjajahan Belanda.
Dengan
bacaan-bacaannya dan korespondensinya dengan sahabat-sahabat orang Belanda,
proses pendewasaan Kartini menjadi semakin matang, yang pada akhirnya
mengantarkan jiwa Kartini yang penuh kebebasan dalam berpikir dan demokratis
serta berorientasi maa depan dalam bertindak. Oleh karena itu dalam
surat-suratnya yang dikirimkan kepada para sahabatnya di Belanda, ia mengetik
adat istiadat yang ia pandang sebagai penghambat kemajuan wanita seperti budaya
memingit wanita. Ia menganjurkan agar wanita diberi kebebasan untuk menuntut
ilmu dan bebas belajar. Keinginannya untuk melanjutkan sekolah di negeri
Belanda diurungkan dan memohon kepada Pemerintah Kolonial Belanda agar
beasiswanya diberikan kepada pemuda Indonesia yang lain. Ia lebih senang
melanjutkan sekolah guru.
Sadar bahwa
cita-cita perjuangan untuk meningkatkan derajat wanita lewat pendidikan tidak
dapat dijalankan sendiri, maka ia menerima lamaran Bupati Rembang Raden Mas
Adipati Djojodiningrat, seorang duda yang memiliki beberapa orang anak. Bupati
Rembang sangat mendukung gagasan dan aktivitas untuk memajukan pendidikan kaum
wanita dan untuk memperjuangkan kaum wanita agar sederajat dengan kaum pria.
Perkawinan Kartini berlangsung pada tanggal 8 November 1903. Empat hari setelah
perkawinan, Kartini meninggalkan Jepara pindah ke kota Rembang.
Untuk
merealisir cita-citanya, langkah awal yang diambil oleh Kartini adalah
mendirikan sekolah wanita yang ditempatkan di rumahnya yaitu didebelah timur
gapura Kabupaten Rembang (sekarang
digunakan sebagai Kantor Wakil Bupati Rembang). Sekolah yang didirikan oleh
Kartini memiliki banyak murid. Murid-murid dari kalangan keluarga yang tidak
mampu, tidak dipungut biaya. Oleh karena mengalami kemajuan pesat, sehingga
diperlukan guru bantu agar semua murid bisa ditangani dengan baik. Kartini juga
mengajukan subsidi kepada Pemerintah Kolonial Belanda untuk memajukan
sekolahnya. Semuanya dilakukan secara tulus berdasarkan jiwa sosial dan
pengabdiannya.

Dalam kehidupan
sebagai ibu rumah tangga, beliau juga merasa sangat bahagia. Telah banyak yang
dilakukan Kartini untuk kepentingan keluarga dan masyarakatnya. Namun demikian
sayang sekali, ia tidak bisa mengabdikan diri lebih lama apalagi menikmati
hasil perjuangannya. Ia wafat dalam usia yang masih sangat muda sebagai seorang
pembaharu, yaitu 25 tahun. Ia wafat tanggal 17 September 1904, empat hari
setelah melahirkan putra satu-satunya, yaitu Raden Mas Susalit. Beliau
meninggalkan semua yang dicintainya, yaitu keluarga dan bangsanya. Jenazahnya
dimakamkan di makam keluarga Rembang yaitu di desa Bulu, Kecamatan Bulu,
Kabupaten Rembang. Beliau ditetapkan sebagai pahlawan wanita oleh Presiden
Soekarno. Kamar pribadi R.A.Kartini dijadikan sebagai ruang museum R.A.Kartini
dengan koleksi peninggalan beliau antara lain berupa : beberapa perabot rumah
tangga yang dulu pernah digunakan oleh Katini, bak mandi, bothekan tempat jamu,
sepasang rono, penyekat ruangan dari kayu jati berukir pemberian ayahandanya,
meja makan, meja untuk merawat bayi, lukisan karya R.A.Kartini berupa tiga ekor
angsa, naskah tulisan tangan R.A.Kartini dan lain-lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar