Sabtu, 17 April 2010

Rembang Miskin Dari Dulu?

Secara umum dapat dikatakan bahwa kondisi social ekonomi penduduk Residensi Rembang terutama pada abad XIX relative miskin dan menderita. Penduduk Rembang yang hidup di wilayah pedalaman sangat bergantung pada tanah sebagai lahan garapan untuk menyambung hidupnya.
Sebagaimana di ungkapkan oleh James C. Scott, bahwa para petenu di Asia Tenggara mempunyai etika subsistensi dengan moral ekonomi yang disebut “safety first”. Dengan demikian, petani diumpamakan oleh Scott sebagai orang yang terendam dalam air laut sebatas lehernya, sehingga bila ada sedikit gelombang saja, sudah bisa menenggelamkannya. Meskipun perlu di teliti lebih jauh tentang moral ekonomi petani itu, namun tampaknya bagi penduduk/petani di daerah Rembang mempunyai indikasi yang hamper sama dengan apa yang dikemukakan dengan Scott. Apakah benar pandangan seperti itu terjadi di Rembang, sehingga menyebabkan penduduk berada dalam kondisi yang miskin dan memprihatinkan?
Menurut H.C.Bekking (Residen Rembang pada pertengahan abad ke-19), sebab-sebab kemiskinan dan kemunduran penduduk Rembang terletak pada cara hidupnya. Dikatakan oleh Bekking, bahwa penduduk Rembang cenderung bergaya hidup rendah, sehingga oranglebih tergantung dari tanah dengan segala dampak yang ditimbulkannya.
Sejak jaman dulu penduduk Rembang mempunyai kebiasaan untuk mengolah tegalan yang luas di samping sawah yang kurang berkembang karena kurangnya peluang untuk mengairi sawahnya, kecuali pada musim hujan. Di tegalan-tegalan mereka menanam tanaman kedua yang bisa mengimbangi panen beras yang gagal atau kurang memadai. Mengenai tanaman kedua ini, kebanyakan berupa bahan pangan, juga termasuk tembakau. Penduduk memperoleh uang melalui tanaman ini sehingga dapat memenuhi kebutuhan berasnya.
Ada tiga jenis padi utama yang ditanam di daerah Rembang yaitu “dalem”, “tengahan”, dan “genjah”. Padi jenis “dalem” terdiri dari tjami langkungan, papah aren, sri kuning, mendjangan mangle, koentoel nguijuk. Padi jenis “tengahan” terdiri dari apa yang disebut genjah, sasrabaija, dan riwong. Sedangkan padi jenis “genjah” terdiri dari pendok pontie, pendok besi, koentoelan dan mentik.
Adapun jenis-jenis tanaman kedua (sampingan) di Karesidenan Rembang yang sangat umum ditanam oleh penduduk antara lain : jagung, ketela, kapas, semangka, krai, gula bit (suikerriet), ubi, talas, bentool, jarak, kacang, lombok, tembakau, indigo, kedelai, terong, ketimun, dan lain-lain. Secara umum, kadaan cuaca kurang menguntungkan bagi tanaman padi, karena musim panas lebih panjang daripada musim penghujan. Meskipun demikian pada awal periode kedua abad ke-19 hasil dari sawah pada umumnya menguntungkan.
Di bidang penanaman hasil buni bagi pasaran Eropa, Rembang lebih ketinggalan dibandingkan dengan semua karesidenan lain di Jawa. Jenis tanaman bagi pasaran Eropa yang utama adalah kopi, hanya di tanam di Kabuaten Rembang dan Blora. Pada tahun 1844 dihasilkan kopi sebanyak 1.938 pikul keadaan tanah di karesidenan ini memang kurang cocok untuk menanam tebu dan kopi. Sementara kayu manis hanya di tanamdi Distrik Bantjar dengan hasil sebanyak 973 pon untuk 1844 dan 496 pon pada tahun 1845. Tanaman yembakau menghasilkan 17.390 pikul pada tahun 1844, kebanyakan perkebunan tembakau terdapat di Kabupaten Tuban dan Bojonegoro.
Sementara penduduk di daerah pantai hidup dari perdagangan pantai dan nelayan. Kecuali perikanan laut yang masih sangat pentng. Di daerah pantai banyak di jumpai kolam-kolam atau tambak-tambak ikan. Di Distrik Waru, Bancu, Jenu, dan Rembes terdapat 624 orang yang bermata pencaharian sebagai nelayan. Perkampungan nelayan dapat di jumpai terutama di ibukota Rembang dan Tuban, Mereka banyak memelihara ikan terutama banding dan belanak serta menangkap ikan di laut.
Bagi para nelayan, ikan menjadi konsumsi dan produksi harian dengan cara dikeringkan atau diasinkan untuk selanjutnya diangkut kepedalaman dan pasar-pasar maupun kekaresidenan lain untuk dijual. Aktivitas ini menjadi kesibukan besar yang senantiasa dilakukan oleh para nelayan.
Di Rembang banyak terdapat kerajinan seperti penenunan tenda dan layer bagi perahu dan kapal, pembuatan perahu-perahu pribumi, pengayaman karung goni, tali-temali, pertikangan pribumi, penenunan batik serta kain dan sapu tangan.
Pengrajin emas dan perak banyak terdapat di kota Rembang meskipun hasil karyanya kebanyakan dijual berkeliling di beberapa Distrik. Demikian halnya dengan tukang tembaga dan tukang pembuat kaleng. Di samping itu juga terdapat aktivitas pembakaran kapur, pembuatan batu bata, pot tanah liat, dan lain-lain. Pembuatan garam dan penanaman tembakau untuk konsumsi domestic maupun ekspor banyak dilakukan oleh penduduk Rembang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar